Rabu, 19 Agustus 2015

Permasalahan Pengadaan Lahan


Permasalahan Umum
Secara garis besar permasalahan yang dihadapai dalam rangka Pembangunan adalah pengadaan lahan.  Salah satu terobosan pemerintah dalam mengatasi permasalahan lahan yaitu dengan  mengeluarkan Peraturan Presiden No. 30/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Patut diapreasi mengenai adanya terobosan ini baru dalam rangka Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum. Saat ini swasta dapat bisa terlibat aktif dalam pproses pengadaan lahan karena salah  satu klausul  pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dapat bersumber terlebih dahulu dari dana Badan Usaha atau pihak swasta. Berdasarkan Pasal 117 ayat (2) Peraturan Presiden No. 30/2015, pPendanaan Pengadaan Tanah oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud akan dibayar kembali oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota melalui APBN dan/atau APBD setelah proses pengadaan tanah selesai.
AdalahSalah satu contoh permasalahan pengadaan lahan ini yaitu Pembangunan bendungan atau waduk di daerah, seperti Banten, Aceh, dan Jawa Tengah terganjal dengan lahan yang belum dibebaskan dibayangi masalah pembebasan lahan yang belum selesai. Dan untuk masalah teknis dilapangan kenapa hal ini bisa terjadi kami harus melakukan tindakan lanjut yang lebih kongkrit untuk mengetahui masalah yang terjadi agar tidak menjadi keyboard warrior.  Bahkan,
Tahapan Pengadaan Tanah
Pembentukan panitia pengadaan tanah yang berfungsi sebagai fasilitator antara pemerintah dan pemilik tanah. Musyawarah dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menentukan ganti rugi yang bisa berupa uang, tanah pengganti, atau pemukiman kembali berdasarkan nilai jual tanah dan nilai jual objek yang dibangun di atasnya. Kesepakatan semua pihak memastikan tidak ada pihak yang dirugikan oleh pengambilalihan tanah biasanya karena tidak adanya kesepakatan antara para pihak maka pengadaaan lahan ini berlarut. Sampai diadakannya pihak ketiga dalam hal ini BPN (Badan Pertanahan Nasional) sebagai mediator tetap saja masih belum bisa menemukan solusi. sehingga sudah seharusnya ada pihak yang mengalah untuk bisa menemukan kata sepakat untuk proses penyerahan tanah dan ganti rugi yang adil bagi para pihak.
Kemudian Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 ini juga menyisipkan Pasal 123B di antara Pasal 123A dan 124, yang berbunyi sebagai berikut (ayat 1): proses Pengadaan Tanah yang belum selesai berdasarkan Pasal 123 dan Pasal 123A (31 Desember 2015, red) tetapi telah mendapat Penetapan Lokasi pembangunan atau Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) atau nama lain yang dimaksudkan sebagai Penetapan Lokasi pembangunan, proses Pengadaan Tanah dapat diselesaikan berdasarkan tahapan sebagaimana diayur dalam Peraturan Presiden ini. Proses Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dimulai dari tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah,  bunyi Pasal 123B ayat (2) Perpres tersebut.
Seluruh dokumen yang telah ada dalam rangka Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud, yang berupa: a. Hasil pengukuran, inventarisasi, dan identifikasi; b. Hasil musyawarah yang terkait bentuk dan besaran ganti kerugian atas bidang tanah yang sudah disepakati sebelumnya dengan Pihak; c. Pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak; dan/atau dokumen terkait lainnya, menjadi dokumen Pengadaan Tanah sebagaimana diatur dalam Perpres ini. Penetapan Lokasi pembangunan atau Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) atau nama lain yang dimaksudkan sebagai Penetapan Lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud, diperbaharui untuk jangka waktu 2 (dua) tahun oleh Gubernur,  bunyi Pasal 123B Ayat (4) Perpres No. 30/2015 itu[i].
Alternatif Solusi
Dalam rangka pembangunan nasional, permasalahan lahan merupakan salah satu masalah utama. Oleh karena itu diperlukan penanganan khusus dari pejabat terkait, antara lain:
a.      Perlunya pengawasan dari pihak yang independen dalam hal penyelenggaraan  pengadaan tanah agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b.      Diperlukan transparansi dari pejabat terkait kepada pihak yang mengalami dampak dari akuisisi lahan baik dari segi keuangan maupun administrasi.
c.       Kejelasan mengenai para pihak yang akan menerima ganti rugi adalah benar sebagai pemilik lahan.
d.      Komunikasi intim  yang terdokumentasi dengan baik oleh para pihak terkait, berfungsi sebagai upaya preventif  penyeleseian konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar